Masyarakat Adat Suku Miyah Terus Memperjuangkan Hak Kesulungannya
10 marga masyarakat hukum adat Suku Miyah yang mendiami wilayah pemerintahan kabupaten Tambrauw telah selenggarakan Musyawarah Tapal Batas Wilayah Adat Marga.
Kegiatan Musyawarah Tapal Batas Wilayah Adat Marga yang berlangsung dini hari tanggal 20 sampai berakhir pada tanggal 02 Maret dilakukan di Kampung Whizmer Distrik Miyah Selatan, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya.
Kegiatan tersebut diperagakan dengan tarian yang meriah dari 10 marga untuk menjemput para tamu undangan yang datang.
Tamu undangan yang menghadiri kegiatan ini adalah Greenpeace, The Samdana Institute, FWI, BRWA dan Akawuon sendiri yang tim pendampingan.
Setelah masuk dalam tahapan acara, Musyawarah Adat marga Hae Aranggapo, Hae Tee, Sedik Aya Makot, Hae Ara Meyuo, Sedik Ruf, Momo Ka, Momo Heyout, Irun, Sewia, Esyah resmi di buka Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sorong Raya, Feki Mubalen dengan manabuh tifa yang didampingi oleh Kepala Distrik Miyah Selatan serta perwakilan tokoh adat.
Sebelum membuka kegiatan dalam sambutannya Feki Mubalen menegaskan jika kita percaya hutan, tanah dan segala isinya diciptakan Tuhan maka lewat musdat ni kita sedang berupaya untuk melindungi dan menjaga titipan Tuhan.
"Pohon, ikan, tanah di wilayah adat ini berikan oleh Tuhan untuk marga dan menjadi milik marga yang mendiami tanah ini. Untuk itu perlu dijaga dan dilindungi, " tegas Feki.
Feki berharap lewat musyawarah adat adanya saling pengakuan antara 10 marga yang mendiami distrik Miyah Selatan sehingga tidak menjadi konflik di waktu yang akan datang.
"Sangat penting untuk saling pengakuan antar marga baik itu batas wilayah," harapnya.
Frans Hae, ketua panitia Musyawarah Tapal Batas Wilayah Adat Marga disela-sela kegiatan mengatakan musyawarah adat tentang tapal batas tanah adat yang terlaksana saat ini guna menindaklanjuti musda yang pernah dilakukan tahun 2015 lalu.
"Kami pernah lakukan musdat ditahun 2015 jadi musdat kedua ini untuk menindaklanjuti hasil musdat pertama, " ujarnya.
Dipaparkan Frans, musyawarah adat merupakan mekanisme dalam pengambilan keputusan tertinggi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi ditengah masyarakat adat.
"Musyawarah adat merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi dan mengikat secara adat, tentunya dengan tujuan agar tidak ada sifat klaim dan monopoli antara sesama masyarakat adat, " tegasnya.
Mewakili Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Karel Hae, S.Sos, kepala distrik Miyah Selatan mengatakan Pemerintah Kabupaten Tambrauw sangat mendukung kedaulatan masyarakat adat di Tambrauw.
"Pemerintah Tambrauw selalu mendukung masyarakat adat untuk melindungi hutan dan tanah adat mereka, karena kegiatan ini sangat penting untuk membantu pemerintah dalam sisi pembangunan infrastruktur kedepannya dan juga lebih khusus sangat penting untuk anak cucu kita kedepannya " katanya.
#Pace_Ahmuriy
Komentar
Posting Komentar